Tak
habis pikir akan secepat ini meninggalkan
langkah yang sedari dulu ku
nanti-nanti.
terjebak oleh bingkai dalam tangkai,
menjamu angan yang tak ingin
singgah karena hati yang terus lihai menelantarkan sejarah.
Kembali pulang begitu hal yang entah mengapa
kuanggap sesuatu
yang menyeramkan,
emosi meningkat tajam, lentur tubuh kembali melepuh pada bagian
cerita yang terbayangkan akan rapuh.
Aku seolah menolak untuk kembali,
menghela napas panjang karena langkah yang terus terang mengajakku menerawangg jalan pulang,
walaupun sebenarnya itu
adalah sebuah tujuan.
kembali menata dari awal itu rasanya sangat disayangkan.
Tapi satu
sisi jika tetap kupertahanakan jalan ini maka seperti tak ada harapan
untukku hidup dalam angan yang terencana dengan matang, melainkan hanya terus
bergerak pada tempat yang sama sekali tak berpindah.
Terlalu takut untuk memulai,
karena hamburan persepsi dalam
menanggapi
begitu liar tanpa kendali.
tak bisa dipungkiri ketika hilangnya esensi
maka berubah juga pola
pikir dalam tensi
yang selama ini menjadi mimpi.
Namun ternyata tak selamanya yang diinginkan
akan selalu
tercapai,
waktu yang cukup membuatku bersabar
ini kian tak henti-hentinya
melatih respon berambah,
pada sentuhan dan denting nalar
yang mengajakku keluar dari zona
nyaman.
Ya anggap saja aku di zona itu sekarang.
keterikatan waktu mengubah narasi selalu menuju ruang temu yang di
sapa oleh rasa malu.
Enggan merasa langkah dibaca oleh keadaan, takut sumringah tak
lagi bertutur bijak dan memelukku dengan erat.
Tak ada yang lain yang nyata saat ini selain rasa takutku.
takut ketika alunan hujan tak lagi merayuku dalam sepi,
bahkan bayangankupun akan jauh ketika semua tak berarti.
Perjuangan yang selama ini dilakukan
terasa sangat tak berguna
oleh terpaan berbagai penolakan.
begitu tajam lekukan jalan, begitu santai dan lunglai pencapaian
mengajakku berteman, hingga kadang aku terlalu lelah untuk merayu dan
menawarkan seribu usaha.
Aku lelah dan ingin pasrah, tapi ada Angurah yang tetap bisa ku
pegang teguh.
rasa syukur itu mampu membuat jiwaku berteduh, pada sehelai daun
yang selama ini menghalangi hujan membasahi mata.
Akan ada waktunya bagi mereka yang terus berusaha.
dengan lambaian kosa kata yang membuat hati malu jika tidak
bergerak, dan merengek seperti mau mati,
maka dengarkan semangat dari mereka
yang mampu memperbaiki diri.
"Kau menangis layaknya perempuan,
tapi kau tak pernah berjuang layaknya laki-laki".
Jember, 29. Mei April 2019
-Isya Andika