Teman, kau belum layak dijadikan sahabat.
Teman, kau menagih caci pada muka yang kusut ini.
Teman, kau tak pernah menganggapku teman,
Sedangkan engkau sudah seperti bait-bait lagu yang siap menuju nada tinggi, keraguan hilang.
Teman, kau menagih caci pada muka yang kusut ini.
Teman, kau tak pernah menganggapku teman,
Sedangkan engkau sudah seperti bait-bait lagu yang siap menuju nada tinggi, keraguan hilang.
Kau begitu lihai menilai
langkah,
Hingga kau lupa siapa diantara kita yang beramarah.
Teman, kau ternyata bukan teman.
Hingga kau lupa siapa diantara kita yang beramarah.
Teman, kau ternyata bukan teman.
Parah, aku terluka parah,
Kau cabik-cabik kegelisahanku
pada tikungan yang kau buat sendiri,
terjatuh.
Kau cabik-cabik kegelisahanku
pada tikungan yang kau buat sendiri,
terjatuh.
Panas, panas sekali mataku,
Menahan agar tak begitu tinggi nada bicaraku.
Sementara kau leluasa menambah garam
di akhir-akhir tegukan kopi manisku.
Kejam.
Menahan agar tak begitu tinggi nada bicaraku.
Sementara kau leluasa menambah garam
di akhir-akhir tegukan kopi manisku.
Kejam.
Aku mengira kita berada dalam lingkar kejujuran yang sama,
dan keterbukaan yang leluasa.
tapi kembali, kau begitu empuk memupuk ucapan
yang berakhir dengan kebohongan nyata.
yang berakhir dengan kebohongan nyata.
Ada kesombongan di matamu, sinis tak menentu.