Tuesday, July 23, 2019

Waktu Mengusirku


Tak habis pikir akan secepat ini meninggalkan 
langkah yang sedari dulu ku nanti-nanti.
terjebak oleh bingkai dalam tangkai, 
menjamu angan yang tak ingin singgah karena hati yang terus lihai menelantarkan sejarah. 

Kembali pulang begitu hal yang entah mengapa 
kuanggap sesuatu yang menyeramkan,
emosi meningkat tajam, lentur tubuh kembali melepuh pada bagian cerita yang terbayangkan akan rapuh. 

Aku seolah menolak untuk kembali, 
menghela napas panjang karena langkah yang terus terang mengajakku menerawangg jalan pulang, 
walaupun sebenarnya itu adalah sebuah tujuan.
kembali menata dari awal itu rasanya sangat disayangkan. 
Tapi satu sisi jika tetap kupertahanakan jalan ini maka seperti tak ada  harapan untukku hidup dalam angan yang terencana dengan matang, melainkan hanya terus bergerak pada tempat yang sama sekali tak berpindah.

Terlalu takut untuk memulai, 
karena hamburan persepsi dalam menanggapi 
begitu liar tanpa kendali. 
tak bisa dipungkiri ketika hilangnya esensi 
maka berubah juga pola pikir dalam tensi 
yang selama ini menjadi mimpi.

Namun ternyata tak selamanya yang diinginkan 
akan selalu tercapai, 
waktu yang cukup membuatku bersabar 
ini kian tak henti-hentinya melatih respon berambah,
pada sentuhan dan denting nalar 
yang mengajakku keluar dari zona nyaman. 

Ya anggap saja aku di zona itu sekarang. 
keterikatan waktu mengubah narasi selalu menuju ruang temu yang di sapa oleh rasa malu.
Enggan merasa langkah dibaca oleh keadaan, takut sumringah tak lagi bertutur bijak dan memelukku dengan erat.

Tak ada yang lain yang nyata saat ini selain rasa takutku. 
takut ketika alunan hujan tak lagi merayuku dalam sepi,
bahkan bayangankupun akan jauh ketika semua tak berarti.

Perjuangan yang selama ini dilakukan 
terasa sangat tak berguna oleh terpaan berbagai penolakan. 
begitu tajam lekukan jalan, begitu santai dan lunglai pencapaian mengajakku berteman, hingga kadang aku terlalu lelah untuk merayu dan menawarkan seribu usaha. 

Aku lelah dan ingin pasrah, tapi ada Angurah yang tetap bisa ku pegang teguh. 
rasa syukur itu mampu membuat jiwaku berteduh, pada sehelai daun yang selama ini menghalangi hujan membasahi mata. 

Akan ada waktunya bagi mereka yang terus berusaha.

dengan lambaian kosa kata yang membuat hati malu jika tidak bergerak, dan merengek seperti mau mati, 
maka dengarkan semangat dari mereka yang mampu memperbaiki diri.

"Kau menangis layaknya perempuan,
tapi kau tak pernah berjuang layaknya laki-laki".













                                                                                                            Jember, 29. Mei April 2019

                                          -Isya Andika                                                      










Share:

Popular Posts

Tentang

"Nalar dan imajinasi yang dipengaruhi oleh kata-kata akan lebih menusuk jantung dari pada berdiam diri menatap luka. bahagia bila terlukiskan lewat alunan pena, jernih mengintip diksi yang bersembunyi dibalik meja. Dhksajak.blog hadir menemui titik tumpu mengajak luka menjadi canda, diam menjadi terbuka" Dhksajak hanya seorang yang biasa mengarahkan kata-kata dijalur yang mungkin agak berbeda. karena kita memang terlahir tak sama, namun pikiran kita bisa menyatu dengan cengkraman nyata dan seksama.