Tak tahu pasti kapan ia hadir
terkahir kali. Wajah anggun itu terbayang dalam
benak, tak mampu menghitung berapa kali
ingatan terjebak diantara rindu yang terus saja ingin tak beranjak.
Bukan hal aneh jika ia kubiarkan saja mempengaruhi kepala
untuk terus berimajinasi seperti
layangan yang merasa selalu terbang. Aku bahkan senang jika ia berterus terang untuk selalu bertemu tanpa harus menyatakan diri sebagai
tamu.
Rindu, kau bagaikan sayup lentur tubuh
yang sedang menari, mataku menatap tiada henti.
Gemulai wajah tampak asing namun
seolah sering berjumpa.
Ah rindu, kau membuatku malu atau
bahkan
aku sudah tak sudi melirik perasaan
yang lain.
Tampaknya aku telah lama jatuh
hati
pada selembar rindu yang membantu
hati berdetak.
Rindu, kau menghidupkan angan masa
depan,
denganmu, aku ingin menjadi setitik
tunggu
yang tak lapuk di hujan tak lekang
di panas.
Jika kali ini juga kau tak kunjung
ingin menetap,
lalu rindu mana lagi yang bisa
kuajak mendekat?.
jika titipan rindu ini juga kau tak bisa pegang erat,
maka perasaan mana lagi yang harus kurangkai untuk kuikat?.
Kau satu-satunya rasa yang yang
bisa kucerna
dari kemuakanku menanam benih cinta yang ujung-ujung
tersambar dari rasa sabar.
tersambar dari rasa sabar.
Kau anugrah yang tak pernah terencana,
kau bisu yang mampu membuatku menyapa.
kau bisu yang mampu membuatku menyapa.
karena ia tidak untuk dipaksa. karena yakin,
Rindu adalah teori tertinggi dari cinta.
Rindu adalah teori tertinggi dari cinta.
0 komentar:
Post a Comment