Kau merindui dengan wajar.
Kau tahu selesai namun belum berakhir.
Katakan padaku apa yang pikiranmu sedang arahkan.
Aku ingin terlibat dalam ikatan itu,
seperti rasa yang pernah tertawarkan namun tertawan.
Kau tahu selesai namun belum berakhir.
Katakan padaku apa yang pikiranmu sedang arahkan.
Aku ingin terlibat dalam ikatan itu,
seperti rasa yang pernah tertawarkan namun tertawan.
Aku memang perindu yang lucu atau mungkin lugu.
Pantulanmu selalu menjadi alasan malamku tak berujung.
Indah, namun menyiksa. Kau tinggalkan waktu dan tanggal secara pasti,
yang jika ku ingat-ingat renungku berubah hal gila yang semakin kucaci.
Kau pantun
yang tak beruntun, kau puisi yang tak jernih mengelabui hati,
kau palsu, aku hilang.
kau palsu, aku hilang.
Sadar betapa pelik rindu yang saling berbenturan,
ketika pilihan enggan memberi jalan
pulang.
perasaan itu kadang semakin menggebu
menusuk diqalbu,
sementara jiwa jarang mengakui tentang
arti sebuah luka.
jauh sebelum rindu mengetuk
aku sudah menyiapkan rintih rasa yang tertusuk,
menjeda cerita untuk mengatasi rambu-rambu tajam
untuk sekedar tahu bahwa keadaan semakin
kelam.
tidak menangisi rindu itu
tidak pula menyesali,
keadan memang menguji nyali
saat titik batas terlampaui.
bukan mencela jiwa yang hatinya
terlambat menelaah
tapi sadar bahwa setiap sinis yang tak
terlukis
ada anugrah penuh hikmah
ada cinta yang tak bekesudahan...
ia adalah indahnya rasa syukur.
0 komentar:
Post a Comment