Dedi
adalah orang yang mungkin mudah emosi dan sekaligus mudah memaafkan. emosi itu
kadang muncul sangat mendadak ketika ada kata-kata yang semestinya dengan penuh
sadar dedi mengerti itu hanyalah sebatas gurauan namun sisi lain aku dapat
fahami keadaan.
Ini bukan tentang dendam. ini adalah
masalah psikologis yang sangat mengganggu dari segi penglihatan terhadap
seseorang.
emosi yang sudah terpendam sangat lama
itu tetap saja tidak mau hilang walaupun sudah 5 tahun lebih terlewati.
Dedi yang pernah ditipu mentah-mentah
oleh seseorang yang cukup cerdas dan ia kagumi sebelumnya dan sesudah ditipu
pastinya sudah tidak. orang yang jenius secara formal namun bodoh mengelolah
akal dan perasaan. ia adalah seorang dosen di sebuah kampus swasta di jawa
timur.
Badannya yang gemuk dan otaknya yang
cukup berpikir random dan majemuk. soal motivasi mungkin ialah rajanya.
kata-katanya yang halus tapi menusuk adalah ciri khas dari mulut yang penuh
kepalsuan itu. kata-katanya membakar bagi mereka yang belum begitu mengenal
sosoknya. bertutur lembut, lemah gemulai namun licik dan terangkai.
Konsep hidupnya begitu rapi. "
mencoba itu nilainya 1 dan tidak mencoba nilainya 0, maka yang lebih baik di
antara keduanya adalah yang nilainya 1, yaitu mencoba". ini adalah contoh kata-kata
yang sempurna sekali. bisa membangkitkan semangat orang. tapi bagiku aku punya
defenisi sendiri dalam mengartikan kata-kata itu. " Lebih baik terus
mencoba untuk menipu dengan meng iming-imingi dedi untuk menabung padanya
selama 1 tahun dengan jumlah 200 ribu perbulan, itu jumlahnya 2 juta 400 ribu
rupiah, sampai pada akhirnya nanti dia akan mengembalikan uang kepada dedi
sejumlah 4 juta rupiah. ia menyebutnya ini investasi atas bantuan yang ia
berikan pada dedi karena kehilangan laptop toshiba kesayangannya saat itu, lalu
si dosen itu datang menawarkan bantuan dengan memberi solusi menabung
tersebut". dan itulah defenisi setiap kata-kata bijaknya selama itu.
Masalahnya dedi memang ditipu.
kesepakatan menabung itu ternyata hanya omong kosong yang sangat besar. ia
hanya mengebalikan uang tabungan dedi yang memang setahun jumlahnya 2 juta 400
ribu rupiah itu.
yang dedi sesalkan adalah, betapa
semangatnya dedi menabung kala itu. kadang-kadang pada waktu akan menabung
padanya dedi hanya diam dan membisu ketika si dosen itu langsung memakai uang
itu untuk keperluanya, seperti gula misalnya.
Sepanjang tahun itu ketika akan
menabung selalu saja seperti itu, karena memang dedi tidak peduli juga yang
terpenting di akhirnya nanti uang itu akan kembali dengan jumlah yang telah
disepakati.
dan kenyatan sakitnya adalah tidak
sesuai dengan kesepakatan. bodohnya, dedi hanya bisa diam saja ketika si jenius
itu berkata, "nanti lebihnya akan kuberikan ketika aku punya uang".
sampai saat ini uang itu tidak pernah
diberikan.
Memang penipu kelas kakap.
Niatnya mungkin baik, membantu dedi.
tapi mengapa terkesan seperti memanfaatkan keadaan dedi saat itu. dedi yang
kehilangan laptop, dan hampir prustasi, dan tidak ingin melanjutkan kuliah yang
baru dia tempuh 3 semseter itu. dan kemudian si jenius itu datang sebagai
penyelamat sekaligus penipu kelas kakap.
rasa benci itu terus saja terpendam
dalam benak dedi.
dan berpikir, bagaimana bisa seorang
yang jenius dan dedi kagumi dulu itu begitu terasa sangat licik.
Pandangan dedi pun mulai melihat bahwa
dedi merasa, ia sudah buta dengan segala perbuatan baik yang si jenius lakukan.
Buta terhadap segala motivasi yang
pernah si jenius berikan. hingga rasa-rasanya lebih baik orang gila saja yang
berbicara pada dedi dari pada si jenius penipu ini.
ya begitulah dedi sekarang,
benci seakan kadang-kadang memuncak,
sepuncak-puncaknya ketika melihat wujudnya.
benci, benar-benar benci.
Meskipun sudah beberpa kali berbicara
seperti biasa, namun dalam benak yang paling dalam tetap saja ingin menghindari
percakapan itu, bahkan seakan membenci bayanganganya.
itulah yang kusebut
Cacatnya pandangan melihat orang yang
dibenci.
0 komentar:
Post a Comment